Peringati HUT RI di Tengah Pandemi, Kebijakan Pemerintah Sidoarjo Simpang Siur

Rut Sri Wahyuningsih-Era New Normal, Perekonomian Pesat atau Terpental?
Rut Sri Wahyuningsih-Era New Normal, Perekonomian Pesat atau Terpental?

Oleh
Rut Sri Wahyuningsih*

Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia bulan Agustus, biasanya sejak awal bulan negeri ini sudah berbenah. Seperti sudah membudaya, kampung-kampung sepanjang gang, jalan dan setiap rumah berhias, gemerlap dan penuh kreatifitas.

Bacaan Lainnya

Namun di HUT RI ke-75 tahun ini, ada yang berbeda, seluruh wilayah di Indonesia sedang diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat pandemi Covid-19 sejak Maret 2020. Akibatnya seluruh kegiatan dilakukan di rumah, baik bekerja dan belajar. Selalu bermasker jika keluar rumah, sering-sering cuci tangan dan hindari kerumunan. Beredar himbauan agar tidak mengadakan lomba dan tasyakuran.

Tirakatan atau tasyakuran, ritual yang biasa diadakan menjelang malam 17 Agustus pun tidak diadakan. Diperkuat dengan beredarnya rekaman wawancara Kapolresta Sidoarjo di radio Suara Surabaya (SS), Kombes Polisi Sumardji, terkait malam tirakatan dan lomba 17-an ditiadakan sebagaimana di Surabaya. Hanya saja surat edaran dari bupati Sidoarjo masih menyusul.

Namun ternyata sehari berikutnya, 14 Agustus 2020 sebagaimana dilansir Sidoarjonews.id, Pemkab Sidoarjo tidak melarang diselenggarakannya tasyakuran di malam jelang 17 Agustus (tirakatan).

Plt. Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin menyatakan tasyakuran tersebut diperbolehkan meski saat ini, Sidoarjo telah kembali menjadi zona merah. Penerapannya nanti diharuskan mematuhi protokol kesehatan. “Tidak masalah, asalkan pakai protokol kesehatan yang ketat. Tidak boleh mengundang terlalu banyak warga, lalu semuanya harus memakai masker dan menjaga jarak,” ujarnya (sidoarjonews.id, 14/8/2020)

Cak Nur menyebut telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Sidoarjo. Cak Nur juga mengatakan tidak perlu mengeluarkan surat edaran sebagai pernyataan resmi pemerintah daerah, sebagaimana yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya. Imbauan dicukupkan kepada pemdes.

Namun ternyata, pelonggaran ini tak hanya untuk tasyakuran. Wacana sekolah akan tatap muka pun sudah mulai digagas oleh Diknas, berupa surat Kepala diknas pendidikan Provinsi Jawa Timur no 420/5080/101.1/2020 tanggal 10 Agustus 2020 perihal ujicoba pembelajaran tatap muka terbatas jenjang SMA di Jawa Timur.

Seakan ada yang hendak dipaksakan. Hingga dua pucuk pimpinan di Sidoarjo berbeda informasi. Padahal informasi yang akurat adalah kunci ketenangan bagi masyarakat. Selama ini saking apatisnya hingga rakyat semakin tak sabar. Memenuhi pasar dan pusat-pusat perbelanjaan guna memutar perekonomian. Tak peduli ancaman virus mematikan. Kebutuhan terus menuntut untuk dipenuhi dan negara tidak hadir 100%.

Bansos masih salah sasaran dan tak menutup seluruh kebutuhan rakyat. Demikian pula dengan program-program yang lain, gagasan bak pepesan kosong. Rakyat masih kesulitan, kesejahteraan menjadi barang mahal tak teraih individu-individu rakyat.

Inilah yang kemudian makin meyakinkan kita bahwa pemerintah tidak transparan. Fakta kita masih berada di zona merah tapi tetap saja tidak ada kejelasan penanganan. Benarkah kita sudah merdeka? Mengapa masih saja diagendakan peringatan setiap tahunnya jika kita samasekali tak beranjak dari keadaan sebelumnya? Kapal bak dijalankan oleh dua nahkoda , yang masing-masing punya kehendak sendiri. Lantas bagaimana bisa mentargetkan keluar dari pandemi ini.

Kapitalisme sudah merenggut kemampuan manusia untuk berempati dengan keadaan sesungguhnya. Justru yang muncul adalah individualisme dan kemanfaatan. Rakyat jadi tumbal tak jadi perhitungan. Kalap yang seperti inilah yang sangat merugikan, sebab jika kita berkaca pada sejarah, perkara pandemi atau wabah bukan kali pertama terjadi, namun ada satu peradaban cemerlang sepanjang masa yang mampu bertahan yaitu negara yang menerapkan syariat sebagai landasan pokok pengaturan urusan umatnya. Wallahu a’ lam bish showab.

Identitas Penulis
*Penulis adalah anggota Institut Literasi dan Peradaban

**Kolom merupakan Rubrik Opini LINTASJATIM.com terbuka untuk umum. Panjang naskah minimal 400 kata dan maksimal 2500 kata. Sertakan riwayat singkat dan foto diri terpisah dari naskah (tidak dimasukan Ms. Word).
**Naskah dikirim ke alamat e-mail: redaksilintasjatim@gmail.com atau ke Wa Center
**Redaksi berhak menyeleksi tulisan serta mempublikasi atau tidak mempublikasi tulisan.
**Redaksi berhak merubah judul untuk keperluan SEO (search engine optimization)

Pos terkait