Oleh
Irma Setyawati, S.Pd*
Dilansir dari detik. com pada 16 Juni 2020 ada seorang Pria di Kota Malang menjadikan anak kandung sebagai budak seks selama 5 tahun. Ia menyetubuhi anaknya sejak 2014, ketika anaknya masih berusia 13 tahun. Entah apa yang ada di pikiran ayah tersebut hingga tega melakukan hal itu pada darah dagingnya sendiri.
Secara fitroh seorang ayah manapun pasti akan jadi garda terdepan menjaga anaknya dari ancaman dalam bentuk apapun. Bahkan nyawa sekalipun siap dia korbankan demi anaknya. Namun fakta hari ini tidaklah demikian adanya.
Mengapa para ayah bisa keluar dari rel kefitrohannya dan bisa melakukan hal keji yang biasa di lakukan oleh binatang? Tentu bagi binatang perilaku tersebut sah-sah saja karena mereka hanya punya nafsu dan tidak punya akal yang bisa membimbing mereka untuk mempertimbangkan baik-buruk dan terpuji-tercelah atas perbuatan yang hendak di lakukan.
Akan tetapi jika ini di lakukan oleh manusia yang berakal tentu kita perlu mencari tahu apa yang melatarbelakangi tindakan keji di atas? Secara fitroh, manusia manapun punya naluri seksual yang ketika naluri itu muncul pasti butuh pemuasan, dan jika tidak terpuaskan akan membuat manusia resah dan gelisah.
Hanya saja naluri tersebut tidak tiba-tiba muncul, akan tetapi perlu di picu oleh faktor-faktor eksternal yang membuatnya terangsang. Dan Jika faktor eksternalnya tidak ada pasti naluri tersebut tidak muncul.
Berbeda dengan kebutuhan jasmani seperti makan, dll yang walaupun tidak ada rangsangan dari luar rasa lapar akan muncul dengan sendirinya dan menuntut pemenuhan. Dan jika tidak di penuhi tidak hanya rasa resah dan gelisah saja yang muncul, tapi bisa berakibat kematian.
Dan untuk kasus di atas. Bisa jadi seorang pria tersebut tidak mendapatkan saluran pemuasan atas naluri seksualnya ketika terangsang oleh faktor dari luar. Sehingga ketika nalurinya memuncak siapapun yang ada di dekatnya jadi sasaran pemuasan, termasuk anaknya.
Tentu kita tidak serta menyalahkan naluri seksual yang telah Allah ciptakan pada setiap diri manusia. Karena seandainya naluri tersebut tidak ada, tentu tidak akan ada rasa suka antara lawan jenis sehingga tidak akan ada pula pernikahan serta lahirnya keturunan.
Yang patut dipersalahkan adalah manusianya yang kala memuaskan nalurinya tidak mengikuti bimbingan wahyu. Allah SWT sudah menggariskan, satu satunya jalan halal dan membawa kebaikan bagi seseorang dalam memuaskan naluri seksualnya adalah dengan menikah bukan dengan berzina, apalagi menzinahi anak sendiri. Dan jika manusia sudah keluar dari wahyu Allah SWT dalam berperilaku, maka perilaku binatangpun bisa dia lakukan. Na’udzubillah min dzalik
Identitas Penulis
*Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan pendidikan
**Kolom merupakan Rubrik Opini LINTASJATIM.com terbuka untuk umum. Panjang naskah minimal 400 kata dan maksimal 2500 kata. Sertakan riwayat singkat dan foto diri terpisah dari naskah (tidak dimasukan Ms. Word).
**Naskah dikirim ke alamat e-mail: redaksilintasjatim@gmail.com
**Redaksi berhak menyeleksi tulisan serta mempublikasi atau tidak mempublikasi tulisan.