Menjaga Integritas Jurnalisme di Tengah Badai Informasi Media Sosial

ilustrasi jurnalisme
ilustrasi jurnalisme

Oleh:
Lukman Hakim dan Afif Muthoharoh
(Dosen dan Mahasiswa Prodi Jurnalistik Islam IAIN Kediri)

Di tengah kemajuan teknologi dan perkembangan media sosial yang pesat, peran jurnalisme sebagai penjaga kebenaran dan penjaga demokrasi semakin mendapat sorotan. Era media sosial telah membawa perubahan mendalam dalam cara masyarakat mengonsumsi dan berbagi informasi. Namun, di balik kemudahan dan kecepatan yang ditawarkan oleh media sosial, jurnalisme dihadapkan pada sejumlah tantangan yang signifikan.

Media sosial telah memungkinkan setiap individu untuk menjadi pembuat dan penyebar informasi. Hal ini berarti bahwa aliran informasi yang diterima setiap hari menjadi sangat besar dan beragam. Di satu sisi, ini adalah perkembangan yang positif karena memberikan ruang lebih bagi berbagai perspektif untuk dibaca. Namun, di sisi lain, banjir informasi ini juga menciptakan tantangan baru bagi jurnalisme.

Tantangan utamanya adalah memfilter dan memverifikasi informasi di tengah-tengah banjir konten yang seringkali tidak terverifikasi. Jurnalisme yang berkualitas harus tetap mengutamakan keakuratan dan kebenaran, bahkan ketika dihadapkan dengan tekanan untuk memberikan berita yang cepat dan menarik. Hal ini memerlukan waktu dan sumber daya yang cukup untuk melakukan investigasi dan verifikasi informasi, yang sering kali bertentangan dengan kebutuhan akan berita yang cepat di media sosial.

Di antara dampak negatif dari keberadaan media sosial adalah penyebaran disinformasi yang luas. Disinformasi, atau informasi yang salah yang disebarkan dengan sengaja atau tidak, dapat dengan mudah menyebar melalui platform media sosial tanpa adanya filter atau verifikasi yang memadai. Hal ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi jurnalisme dan memicu kebingungan di antara masyarakat.

Jurnalisme yang berkualitas harus melawan penyebaran desinformasi dengan menyediakan informasi yang akurat, terverifikasi, dan berimbang. Ini memerlukan kerja sama dengan platform media sosial untuk mengidentifikasi dan menghapus konten yang salah serta meningkatkan literasi media di kalangan masyarakat. Namun, tantangan utamanya adalah cara membedakan antara kebenaran dan kebohongan di tengah lautan informasi yang begitu luas dan kompleks.

Salah satu konsekuensi dari penyebaran disinformasi dan seringnya berita yang tidak akurat di media sosial adalah penurunan kepercayaan publik terhadap media dan jurnalisme. Menurut survei yang dilakukan oleh Reuters Institute, kepercayaan publik terhadap media tradisional maupun media sosial telah menurun secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Reuters merilis Digital News Report 2022 yang menyebut hanya ada 39% responden Indonesia yang percaya dengan sebagian besar berita media massa. Persentase itu lebih rendah dari rata-rata global. Dari 46 negara yang disurvei Reuters Institute, tingkat kepercayaan rata-ratanya adalah 42%. Bahkan Indonesia juga menjadi negara dengan kepercayaan pada berita media massa terendah kelima di Asia.

Tantangan utama bagi jurnalisme adalah bagaimana membangun kembali kepercayaan publik yang telah hilang. Hal ini memerlukan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dari pihak media. Jurnalisme yang berkualitas harus terus berpegang pada prinsip-prinsip etika jurnalistik, seperti kebenaran, keadilan, dan keseimbangan. Selain itu, media juga perlu meningkatkan keterlibatan dengan masyarakat dan mendengarkan kekhawatiran serta harapan mereka.

Meskipun media sosial membawa sejumlah tantangan bagi jurnalisme, namun juga membawa sejumlah peluang. Salah satu keuntungan utama adalah akses yang lebih luas dan cepat ke berita dan informasi. Media sosial memungkinkan jurnalisme untuk mencapai audiens yang lebih besar dan beragam daripada sebelumnya. Hal ini memberikan kesempatan bagi jurnalisme untuk memperluas cakupan dan dampaknya.

Selain itu, media sosial juga memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara jurnalis dan pembaca. Ini memungkinkan jurnalisme untuk menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan dan keinginan masyarakat. Jurnalis dapat menggunakan media sosial untuk mendapatkan umpan balik, menyebarkan informasi lebih lanjut, dan membangun hubungan yang lebih kuat dengan pembaca mereka.

Jurnalisme di era media sosial dihadapkan pada sejumlah tantangan yang signifikan, mulai dari banjir informasi hingga penyebaran desinformasi. Namun, di tengah tantangan ini, peran jurnalisme sebagai penjaga kebenaran dan penjaga demokrasi tetap sangat penting. Jurnalisme yang berkualitas harus tetap mengutamakan keakuratan, kebenaran, dan integritas, bahkan di tengah lautan informasi yang seringkali bergejolak.

Hal yang bisa dilakukan dalam konteks ini adalah memperkuat prinsip-prinsip etika jurnalistik dengan bekerja sama dengan platform media sosial dan meningkatkan keterlibatan dengan masyarakat. Maka semakin optimis jurnalisme dapat mengatasi tantangan-tantangan ke depan dan memainkan peran yang lebih kuat dalam membentuk masyarakat yang kritis dan dewasa.

Pendidikan tentang literasi media harus diperkuat di semua tingkat, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi dan masyarakat umum. Hal ini harus mencakup keterampilan kritis seperti kemampuan untuk membedakan antara informasi yang benar dan yang salah, memverifikasi sumber informasi, dan memahami bagaimana algoritma media sosial bekerja. Dengan meningkatkan literasi media, masyarakat akan lebih mampu mengenali dan menghindari desinformasi, serta lebih kritis dalam mengonsumsi berita.

Lebih dari sebelumnya, jurnalis harus mematuhi standar etika jurnalistik yang ketat. Hal ini termasuk prinsip-prinsip seperti kebenaran, keterbukaan, keadilan, dan independensi. Lembaga jurnalisme juga harus meningkatkan pengawasan internal dan mengimplementasikan sanksi yang ketat terhadap pelanggaran etika. Dengan memperkuat etika jurnalistik, masyarakat akan lebih percaya pada informasi yang disajikan oleh lembaga jurnalisme yang berkualitas.

Dengan mengambil langkah-langkah ini secara bersama-sama, jurnalisme dapat mengatasi tantangan yang dihadapinya di era media sosial dan memainkan peran yang lebih kuat dalam membentuk masyarakat yang informasi, kritis, dan demokratis. Langkah-langkah ini membutuhkan kerjasama antara lembaga jurnalisme, platform media sosial, pemerintah, dan masyarakat umum. Hanya dengan bekerja sama, semua dapat memastikan bahwa jurnalisme tetap menjadi penjaga kebenaran dan keadilan di tengah lautan informasi yang semakin kompleks.


**Kolom merupakan Rubrik Opini LINTASJATIM.com terbuka untuk umum. Panjang naskah minimal 400 kata dan maksimal 2500 kata. Sertakan riwayat singkat dan foto diri terpisah dari naskah (tidak dimasukan Ms. Word).
**Naskah dikirim ke alamat e-mail: redaksilintasjatim@gmail.com atau ke Wa Center
**Redaksi berhak menyeleksi tulisan serta mempublikasi atau tidak mempublikasi tulisan.
**Redaksi berhak merubah judul untuk keperluan SEO (search engine optimization)

Pos terkait