Guru dan Gagasan Glokalisasi dalam Kurikulum Merdeka

Ummu Khairiyah
Dosen Universitas Islam Lamongan, Mahasiswa S3 Pendidikan Dasar Universitas Negeri Surabaya

Oleh:
Ummu Khairiyah
(Dosen Universitas Islam Lamongan, Mahasiswa S3 Pendidikan Dasar Universitas Negeri Surabaya)

Munculnya implementasi Kurikulum Merdeka digadang-gadang memberikan solusi dalam membangun pendidikan dan menjawab tantangan yang dibutuhkan pada abad 21. Menurut Patrick Slattery dalam bukunya yang berjudul “Curriculum Development In The Postmodern”, kebutuhan pendidikan pada abad 21 harus diarahkan kepada perubahan sosial, pemberdayaan komunitas, pembebasan pikiran dan dalam konteks pembelajaran memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menghubungkan konsep dengan alam semesta.

Bacaan Lainnya

Pembelajaran berbasis proyek merupakan salah satu alternatif desain pembelajaran kurikulum merdeka, yang bertujuan untuk mengembangkan karakter sesuai dengan profil pelajar Pancasila, salah satunya berkebhinekaan global.

Melalui pembelajaran berbasis proyek, peserta didik dapat mengangkat keberagaman daerah menjadi suatu keunggulan lokal yang kemudian dapat diupayakan untuk mengglobal. Pemerintah menyediakan tema utama dalam project yang akan dilakukan yakni gaya hidup berkelanjutan, kearifan lokal, bhineka tunggal ika, bangunlah jiwa dan raganya, dan rekayasa teknologi.

Penerapan implementasi kurikulum merdeka menjadi gerbang untuk menjadikan pendidikan di Indonesia dapat dilaksanakan secara glokalisasi. Pendidikan secara glokalisasi menurut Boyd (2006) dan Khondker (2004) merupakan perpaduan dan menghubungkan antara konteks lokal dan global dengan mempertahankan kontribusi yang signifikan dari konteks budaya yang berbeda pada setiap daerah.

Pelaksanaan pendidikan secara glokalisasi dapat memperkokoh lokalitas masyarakat Indonesia yang ada dengan mempertahankan local assets, traditions, values and belief membuka kran lebar-lebar terhadap perkembangan pendidikan dan kebudayaan dari luar (global), dengan syarat menerima secara kritis segala yang dari luar baik aspek ekonomi, sosial budaya dan akademik untuk kemajuan kebudayaan nasional Indonesia.

Pembelajaran yang terglokalisasi inilah yang akan menjadikan pembelajaran lebih efektif karena permasalahan yang diangkat mengacu pada isu global namun dapat diselesaikan secara konteks lokal, sehingga akan memberikan pengalaman pembelajaran yang lebih bermakna dan mendalam.

Pada praktik pembelajaran IPAS di sekolah, guru dapat memberikan proyek kepada siswa dengan mengangkat isu global yang diselesaikan secara lokal. Contoh tentang penerapan konsep kalor yang dikaitkan dengan rumah adat suku Dani di Wamena atau yang disebut dengan Honai, bagaimana Honai dapat mengantisipasi temperatur udara yang sangat dingin di Jayawijaya.

Peserta didik akan mempelajari konsep kalor yang bersifat radiasi ataupun konveksi, bagaimana mekanisme aliran udara dalam radiasi atau konveksi dan lain sebagainya. Setelah selesai, peserta didik bisa berdiskusi bagaimana aliran udara di dalam Honai melalui konsep konveksi tersebut.

Pembelajaran dengan konsep glokalisasi menjadi tantangan tersendiri bagi seorang pendidik. Guru dituntut untuk dapat berpikir global untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi dunia yang semakin kompleks, dengan memanfaatkan serta memadukan kearifan lokal sebagai medium, pendukung, sumber belajarnya.

Guru glokal harus memiliki dan mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan pada abad ke-21 yakni keterampilan dalam memecahkan masalah, keterampilan berpikir kritis, keterampilan dalam berkomunikasi, berkolaborasi, berinovasi, kemampuan literasi informasi dan media, dan kreatif serta kecakapan hidup (life skills).

Menurut Radjuni (2021) untuk menjadi guru glokal perlu memiliki keunggulan yakni guru harus memahami identitas dari budaya nasional yang ada, mengetahui dan dapat mengintegrasikan dimensi global dalam disiplin ilmu yang diajarkan, dapat melibatkan siswa dalam belajar tentang dunia dan mengeksplorasi lingkungan sekitar, dapat memberikan contoh, bahan dan sumber global di kehidupan nyata untuk menyelesaikan permasalahan lokal, nasional dan isu-isu kemanusiaan, serta dapat membantu peserta didik menemukan tindakan yang tepat untuk meningkatkan kondisi lokal dan global.


**Kolom merupakan Rubrik Opini LINTASJATIM.com terbuka untuk umum. Panjang naskah minimal 400 kata dan maksimal 2500 kata. Sertakan riwayat singkat dan foto diri terpisah dari naskah (tidak dimasukan Ms. Word).
**Naskah dikirim ke alamat e-mail: redaksilintasjatim@gmail.com atau ke Wa Center
**Redaksi berhak menyeleksi tulisan serta mempublikasi atau tidak mempublikasi tulisan.
**Redaksi berhak merubah judul untuk keperluan SEO (search engine optimization)

Pos terkait