Oleh:
Tati, S.Pd., MPA*
Pembahasan RUU Sisdiknas dua bulan ini cukup ramai jika frasa madrasah dalam RUU Sisdiknas dihilangkan, walaupun oleh Kepala BSKAP (Badan Standar, Kurikulum & Asesmen Pendidikan) Kemendikbudristek Anindito Aditomo terkonfirmasi bahwa kata madrasah dan satuan pendidikan dasar lainnya dicantumkan di bagian bawah atau bagian penjelasan.
“Dalam revisi RUU Sisdiknas, semua nomenklatur bentuk satuan pendidikan seperti sekolah dan madrasah akan muncul dalam penjelasan,” terangnya.
Menurut data pokok pendidikan (Mei 2021), terdapat 276.076 satuan pendidikan sekolah/madrasah, dengan 222.147 (80.47 %) sekolah dan 53.929 (19.53 %) madrasah. Ini menunjukan bahwa jumlah madrasah tidaklah sedikit, sehingga membutuhkan legitimasi untuk pelaksanaannya.
Sebelumnya, pendidikan madrasah telah diundangkan dalam UU Nomor 20/2003. Madrasah bersamaan dengan sekolah sebagai bentuk pendidikan formal. Pendidikan anak usia dini berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Atfal (RA) atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan Menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan bentuk lain yang sederajat.
Sekarang, nasib madrasah juga diperkuat dalam RUU Sisdiknas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan terus berkolaborasi Kementerian Agama untuk mengakselerasi kualitas pendidikan di Indonesia.
Fleksibilitas dalam Belajar
Sejak 1975, Surat Keputusan Bersama 3 (tiga) antara Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri menetapkan bahwa lulusan madrasah dianggap setara dengan lulusan sekolah umum yang lebih tinggi. Pun secara operasional siswa madrasah dapat pindah ke sekolah umum yang sama jenjangnya demikian juga sebaliknya
Menteri Nadiem memperkuat dengan responnya, bahwa sekolah maupun madrasah secara substansi akan tetap menjadi bagian dari jalur-jalur pendidikan yang diatur dalam batang tubuh dari revisi RUU Sisdiknas. “Yang kami lakukan adalah memberikan fleksibilitas agar penamaan bentuk satuan pendidikan, baik untuk sekolah maupun madrasah, tidak diikat di tingkat undang-undang,” tutur Menteri Nadiem.
Terdapat empat hal pokok yang diformulasikan dalam RUU tersebut, di antaranya; pertama, kebijakan standar pendidikan yang mengakomodasi keragaman antara daerah dan inovasi. Kedua, kebijakan wajib belajar dilengkapi dengan hak belajar. Ketiga, kebijakan penataan profesi guru agar semakin inklusif dan profesional. Dan keempat, kebijakan peningkatan otonomi serta perbaikan tata kelola pendidikan tinggi.
RUU Sisdiknas yang Integratif
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 (2) mengamanatkan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan satuan sistem pendidikan nasional. Yang oleh UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional diperkuat bahwa pelaksanaan proses pendidikan harus integratif dengan menggabungkan empat formulasi tersebut, dan tidak membedakan antara madrasah dan sekolah.
Sehingga, tidak ada perbedaan dalam pengelolaan, mutu, kurikulum, pengadaan tenaga, dan lain-lain. Pokok tambahannya yaitu pada pengembangan pendidikan Islam di Indonesia. Pendidikan Islam telah terintegrasi dalam sub-sistem pendidikan nasional. Sebab aspek yang paling penting dalam pendidikan nasional yaitu menjadikan pendidikan agama sebagai salah satu muatan wajib dalam semua jalur dan jenis pendidikan.
Dampaknya dalam pengelolaan, mutu, kurikulum, pengadaan tenaga, dan lainnya yang menjadi pokok bahasan penyelenggaraan pendidikan nasional juga berlaku untuk pengembangan pendidikan Islam di Indonesia.
RUU Sisdiknas yang Ideal
Kalau yang menjadi polemik adalah karena frasa madrasaj, maka harus memuat ketegasan dalam dengan menambahkan pasal. Hal tersebut untuk penguatan pondasi hukum madrasah, sehingga RUU Sisdiknas 2022 tidak menimbulkan kesenjangan dalam pelaksanaan pendidikan. Pun, agar tidak bertentangan dengan UUD 1945 yang menghendaki adanya integrasi pendidikan dalam satuan sistem pendidikan nasional.
Hal lainnya, perhatian terhadap madrasah juga bertujuan untuk pemerataan pelayanan dan program pendidikan di Indonesia, agar lulusannya memperoleh kesempatan yang sama untuk bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Karena, tujuan dibentuknya negara Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum, tidak mengkhususkan untuk golongan atau kelompok tertentu saja
Penyelenggaraan pendidikan yang bermutu melalui layanan sistem pendidikan sekolah dan madrasah akan menghasilkan lulusan yang bermutu dan setara. Meskipun, mutu pendidikan madrasah masih relatif belum sama dengan sekolah. Sedangkan idealnya, administrasi dan pembinaan pendidikan berada dalam pengelolaan negara.
Identitas Penulis
*Penulis adalah Anggota JPPR (Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat), Dosen Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Bandung.
Media sosial: @tatisedfar
**Kolom merupakan Rubrik Opini LINTASJATIM.com terbuka untuk umum. Panjang naskah minimal 400 kata dan maksimal 2500 kata. Sertakan riwayat singkat dan foto diri terpisah dari naskah (tidak dimasukan Ms. Word).
**Naskah dikirim ke alamat e-mail: redaksilintasjatim@gmail.com atau ke Wa Center
**Redaksi berhak menyeleksi tulisan serta mempublikasi atau tidak mempublikasi tulisan.
**Redaksi berhak merubah judul untuk keperluan SEO (search engine optimization)