Syekh Ahmed Tayyeb, Paus Fransiskus Dan Perdamaian Dunia

Ilustrasi Perdamaian Dunia
Ilustrasi Perdamaian Dunia

Oleh:
Wahidul Anam*

Sepanjang sejarah umat manusia hidup di dunia ini, kita telah banyak menyaksikan peperangan antar umat manusia. Korban yang berjatuhan tidak sedikit, bahkan melahirkan dendam tersendiri di antara para generasi penerusnya. Telah banyak usaha yang dilakukan agar terciptanya dunia yang damai dan harmonis, akan tetapi memang perang seolah-olah sudah melekat di dalam diri manusia, sehingga sulit dihindari.

Bacaan Lainnya

Salah satu konflik yang terjadi adalah karena adanya perbedaan Agama. Perang Salib merupakan bukti betapa Agama menjadi pemicu konflik antara Islam dan Kristen di Eropa, bahkan dalam catatan sejarah perang Salib merupakan salah satu perang terparah dan terlama di dunia yang terjadi pada abad pertengahan (1096-1271 M).

Dalam beberapa dekade terahir, perpecahan yang diakibatkan oleh isu Agama kembali terjadi, diantaranya seperti konflik antar umat beragama di Moro Filipina (Islam dengan Kristen), sektarian di kota Boda, Republik Afrika Tengah yang melibatkan Muslim dengan Kristen, dan yang pernah terjadi di Indonesia, konflik Poso yang melibatkan antara umat Islam dengan Kristen

Salah satu upaya dalam mencegah konflik antar umat beragama adalah dengan melakukan dialog antar umat beragama. Hal ini yang menginisiasi Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, alias Gus Men, pada tanggal 9 Maret 2022 yang lalu, ingin  mengadakan pertemuan antara Pimpinan Umat Katholik Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar  Syekh Ahmed Tayyeb untuk datang ke Indonesia,untuk menyebarkan makna keberagaman dan demi perdamaian dunia melalui jalinan dialog antar umat beragama.

Sebagaimana tagline yang sering Yaqut Cholil Qoumas utarakan, bahwa memang sudah seharusnya agama menjadi inspirasi umat manusia, salah satunya yaitu inspirasi untuk mendamaikan mereka yang saling bertikai. Agama harus hadir sebagai cahaya yang menerangi kegelapan hati manusia, menghapus kebencian terhadap yang lain dan menginpirasi kebaikan yang dimiliki oleh umat manusia.

Gagasan yang Gus Yaqut kemukakan untuk mempertemukan dua tokoh besar dunia tersebut bukanlah hal yang tidak ada arti, merujuk pada data PEW’S Research tahun 2010 jumlah populasi penganut agama Katholik dan Kristen di dunia mencapai lebih dari 30%, sedangkan umat Islam penganutnya sebesar 23% dari jumlah penduduk dunia, artinya kedua tokoh agama tersebut memiliki peran penting sebagai panutan bagi umat kedua agama.

Beberapa peneliti seperti Todd M. Johnson, co-editor Atlas of Global Christianity, dan Houssain Kettani, percaya bahwa jumlah umat Kristen akan tetap berkembang sehingga selalu melampaui jumlah umat Islam.

Meskipun begitu beberapa peneliti seperti Richard W. Bulliet, sejarawan dari Universitas Columbia, dan David Coleman, ahli demografi Universitas Oxford, memiliki pendapat berbeda. Diperkirakan Islam bisa menjadi agama mayoritas. Argumentasinya didasarkan pada tren yang pernah terjadi di masa silam.

Hal ini menunjukan bahwa pada saat ini, dua penganut agama tersebut memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan arah kehidupan manusia ke depannya. Dengan kata lain, Imam Besar Al-Azhar Syekh Ahmed Tayyeb sebagai representasi Islam dan Paus Fransiskus sebagai representasi Umat Katholik merupakan dua tokoh besar yang sangat berpengaruh atas perdamaian dunia saat ini.

Memang keduanya pernah bertemu dan menandatangi kesepakatan damai di Dubai pada tahun 2019 yang lalu. Akan tetapi menurut Gus Yaqut, hal tersebut perlu ditindak lanjuti sebagai kesepakatan yang terus berlanjut dan membutuhkan pemantik yang kuat agar lebih pengaruhnya dapat dirasakan oleh seluruh umat beragama di dunia ini.

Pemantik yang dimaksud Gus Yaqut tersebut Bernama Indonesia. Gus Yaqut menyatakan bahwa kesepakatan yang digagas di Dubai pada tahun 2019 yang lalu, telah lama berlangsung di Indonesia. Oleh karena itu, Gus Yaqut bermaksud mengundang kedua tokoh tersebut untuk datang ke Indonesia agar dapat melihat langsung bagaimana kebaragamaan dan hubungan harmonis antar umat beragama dirawat di Indonesia.

Bila melihat bahwa tujuan dari dialog antaragama bukan saja menyangkut isu teologis melainkan juga pemecahan masalah bersama terkait isu sosial, ekonomi, dan politik. merupakan salah satu sumber rujukan yang tak bisa diabaikan.

Richard Penaskovic dalam tulisannya Interreligious Dialogue in a Polarized World (2016) menyoroti pentingnya dialog antaragama bukan semata menyoal terorisme dan politik, melainkan juga perubahan sosial, ekonomi, politik dan teknologi. Dalam isu dua yang terakhir inilah, isu politik dan teknologi dalam merubah kehidupan beragama dari dialog antar agama akan menghilangkan mitra dialog yang berharga.

Oleh karena di era modern ini politik dan teknologi cenderung menyisihkan urusan agama, tidak jarang justru keduanya saling bersinggungan antara yang satu dengan yang lain. Meskipun demikian, di wilayah praksis, agama masih menjadi domain utama masyarakat mengambil tindakannya di kehidupan sehari-hari. Bahkan tidak jarang agama dijadikan legitimasi, kendaraan politik oleh sekolompok orang dan membuatnya diterima oleh masyarakat.

Oleh karena itu, pertemuan Syekh Ahmed Tayyeb dan Paus Fransiskus yang digagas oleh Gus Yaqut akan lebih mendesak lagi untuk dilakukan, di mana hari ini politik global sedang memanas, dan sudah waktunya agama hadir sebagai inspirasi perdamaian antar umat manusia.

Identitas Penulis
*Penulis adalah Wakil Rektor III IAIN Kediri.


**Kolom merupakan Rubrik Opini LINTASJATIM.com terbuka untuk umum. Panjang naskah minimal 400 kata dan maksimal 2500 kata. Sertakan riwayat singkat dan foto diri terpisah dari naskah (tidak dimasukan Ms. Word).
**Naskah dikirim ke alamat e-mail: redaksilintasjatim@gmail.com atau ke Wa Center
**Redaksi berhak menyeleksi tulisan serta mempublikasi atau tidak mempublikasi tulisan.
**Redaksi berhak merubah judul untuk keperluan SEO (search engine optimization)

Pos terkait