Cukuplah dua firman Allah SWT ini untuk menjelaskan kepada kita agar bersifat sabar dalam menghadapi masalah. Dua ayat ini menegaskan bahwa sabar adalah tanda keimanan seseorang, orang yang sabar akan disertai oleh Allah SWT. dan lebih penting dari itu adalah orang yang sabar akan mendapatkan pahala tanpa batas.
Namun, sabar disini harus kita bangun secara konstruktif, secara produktif. Hal ini disebabkan banyak di antara kita yang salah kaprah memahami sabar.
Pertama, sabar dimaknai sebagai tindakan pasrah tanpa usaha perbaikan. Kedua, sabar dimaknai sebagai akhir dari semua usaha. Dengan makna sabar seperti ini, berarti sabar telah dimaknai sebagai suatu tindakan yang tidak produktif.
Sabar hanya sebagai sebuah akhiran dan bukan sebagai pengiring tindakan atau aktifitas. Padahal sabar yang benar adalah sabar dalam arti produktif. Bagaimana caranya?
Pertama, sabar haruslah dibarengi dengan instropeksi dan evaluasi dari apa yang kita lakukan. Jika seseorang gagal dalam usaha misalnya, seseorang haruslah sabar karena manusia hanya bisa berusaha namun penentu utama keberhasilan adalah Allah SWT, dengan begitu, sabar menjadikan seseorang tidak patah semangat, tidak pantang mundur apalagi putus asa.
Setelah itu, seseorang harus mengevaluasi apa yang salah, untuk diperbaiki. Sabar oleh karena itu bisa dijadikan awalan untuk bangkit dari keterpurukan, untuk lebih maju dari sebelumnya.
Yang kedua, sabar adalah bentuk optimisme. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan Allah dalam surah az-zumar ayat 10 di atas, وَاَرْضُ اللّٰهِ وَاسِعَةٌ (bumi Allah SWT luas) ini artinya, jangan menganggap masalah, kegagalan dan keterpurukan sebagai akhir dari segalanya.
BACA HALAMAN BERIKUTNYA..