Allah Ta’ala berfirman,
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
Artinya: “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (Qs. Al hajj: 28)
Sementara dalam sebuah hadits riwayat Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلاَ أُضْحِيَّةَ لَهُ
Artinya: “Barangsiapa menjual kulit hasil sembelihan kurban, maka tidak ada kurban baginya.” (HR. Al hakim)
Berdasarkan kedua hadist tersebut berarti sudah jelas dan tegas khusus orang yang mau berkurban tidak boleh menjual apapun dari hewan yang dikurbankan.
Pendapat larangan menjual hasil sembelihan kurban adalah pendapat Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad. Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Binatang kurban termasuk nusuk (hewan yang disembelih untuk mendekatkan diri pada Allah)”.
Timbul pertanyaan, bagaimana kalau yang menjual adalah si penerima (orang yang tidak kurban)? Maka Dalam hal ini tidak dilarang dan dibolehkan. Karena haknya sudah berpindah ke orang lain.
BACA HALAMAN BERIKUTNYA..