Menelisik Jejak Sejarah Puasa Tarwiyah dan Arafah: Dua Hari Penuh Makna Menjelang Idul Adha

Gambar tulisan puasa tarwiyah dan arafah. Sumber foto: https://t-2.tstatic.net/
Gambar tulisan puasa tarwiyah dan arafah. Sumber foto: https://t-2.tstatic.net/

LINTASJATIM.com – Dua hari sebelum gema takbir Idul Adha berkumandang, umat Islam di seluruh dunia memiliki kesempatan istimewa untuk meraih pahala berlipat ganda melalui ibadah puasa Tarwiyah dan Arafah.

Lebih dari sekadar menahan lapar dan dahaga, puasa pada tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah ini menyimpan jejak sejarah panjang yang sarat makna, mengingatkan kita pada peristiwa-peristiwa penting dalam perjalanan Nabi Ibrahim AS dan awal mula syariat haji.

Bacaan Lainnya

Puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah): Mengingat Mimpi Nabi Ibrahim AS

Puasa Tarwiyah, yang dilaksanakan pada tanggal 8 Dzulhijjah, secara etimologis berasal dari kata “tarawwa” yang berarti berpikir atau merenung. Nama ini merujuk pada peristiwa ketika Nabi Ibrahim AS mendapatkan mimpi untuk menyembelih putranya, Ismail AS.

Pada malam Tarwiyah inilah, Nabi Ibrahim merenung dan berpikir keras mengenai kebenaran mimpinya tersebut, apakah datang dari Allah SWT atau dari setan.

Setelah melalui perenungan mendalam, Nabi Ibrahim akhirnya meyakini bahwa mimpi itu adalah perintah Allah SWT.

Keesokan harinya, beliau pun bersiap untuk melaksanakan perintah tersebut, yang kemudian berujung pada ujian keimanan yang luar biasa dan pengorbanan agung yang dikenang hingga kini.

Puasa Tarwiyah menjadi pengingat bagi umat Islam untuk senantiasa merenungi dan memahami setiap perintah Allah, serta berpegang teguh pada keimanan.

Puasa Arafah (9 Dzulhijjah): Puncak Ibadah Haji dan Pengampunan Dosa

Hari Arafah, tanggal 9 Dzulhijjah, adalah hari yang sangat agung dalam Islam, terutama bagi mereka yang sedang menunaikan ibadah haji. Pada hari ini, jutaan jamaah haji berkumpul di Padang Arafah untuk melaksanakan wukuf, inti dari ibadah haji.

Wukuf di Arafah adalah momen puncak permohonan ampunan dan doa yang diyakini paling mustajab.

Bagi umat Islam yang tidak menunaikan ibadah haji, sangat dianjurkan untuk berpuasa pada hari Arafah. Keutamaan puasa Arafah sangat besar, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Puasa Arafah dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. Muslim).

Sejarah puasa Arafah tak lepas dari peristiwa di mana Rasulullah SAW melaksanakan wukuf di Arafah dan menyampaikan khotbah perpisahan (Khutbah Wada’) yang monumental. Khotbah ini berisi pesan-pesan penting tentang ajaran Islam, hak asasi manusia, dan persatuan umat.

Puasa Arafah menjadi bentuk partisipasi spiritual umat Islam di seluruh dunia dalam kemuliaan hari tersebut, sembari mengingat kembali ajaran-ajaran luhur Rasulullah SAW.

Makna dan Keutamaan Berpuasa di Hari Tarwiyah dan Arafah

Puasa Tarwiyah dan Arafah bukan hanya sekadar ibadah sunah, melainkan sebuah jembatan spiritual yang menghubungkan umat Islam dengan sejarah dan nilai-nilai luhur. Melalui puasa ini, kita diajak untuk:

  • Mengenang keteguhan iman Nabi Ibrahim AS: Kisah pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail AS menjadi pelajaran berharga tentang ketaatan dan tawakal kepada Allah SWT.
  • Meraih ampunan dosa: Terutama puasa Arafah, yang dijanjikan dapat menghapus dosa-dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.
  • Meningkatkan ketaqwaan: Dengan menahan diri dari hawa nafsu, kita melatih diri untuk lebih dekat kepada Allah dan memperbanyak amal kebaikan.
  • Merayakan kemuliaan Dzulhijjah: Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan yang dimuliakan dalam Islam, dan puasa ini adalah salah satu cara untuk mengoptimalkan ibadah di dalamnya.

Dengan memahami sejarah dan makna di balik puasa Tarwiyah dan Arafah, semoga kita dapat melaksanakan ibadah ini dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, meraih keberkahan serta ampunan dari Allah SWT menjelang perayaan Idul Adha.

Pos terkait