Kedua, membiasakan diri untuk ikhlas dalam ucapan, perbuatan dan amal. Karena pada saat seorang mukmin menyembelih hewan kurbannya, ia diperintah untuk tidak menyebutkan selain nama Allah, melaksanakan dengan perintah dari Allah, tidak mengharapkan selain Allah serta tidak ada tujuan lain kecuali Allah.
Hal tersebut merupakan wujud dari nilai penghambaan manusia kepada Allah SWT. Sebagaimana dicerminkan dalam surat Al-An’am ayat 162-163. Allah taala berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أّوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim)”. (Qs: al-An’am: 162-163)
أَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ
Jamaah shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah swt,
Hikmah ketiga yang dapat diambil dari disyariatkannya kurban ialah agar umat Islam menyembelih hewan ternak hanya untuk Allah. Sebab, dahulu umat musyrikin menyembelih hewan ternak dipersembahkan untuk berhala. Mereka berharap kemanfaatan dari berhala, termasuk untuk menolak balak atau bahaya.
Karena itulah, Allah SWT memberi perintah untuk berkurban, dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Islam dalam hal ini menjadi penghubung antara hewan yang disembelih dengan ketakwaan kepada Allah SWT.
Jamaah shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah swt,
Hikmah keempat, peristiwa kurban pada hakikatnya bentuk totalitas taat kepada Allah SWT. Hal ini ditunjukkan melalui kisah Nabi Ibrahim As ketika diperintah untuk menyembelih anaknya Nabi Ismail.
Dan kemudian posisi Ismail digantikan dengan hewan ternak oleh Allah, dan menjadikannya sedekah kepada orang-orang fakir serta wasilah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hadirin wal hadirat Rahimakumullah
BACA HALAMAN BERIKUTNYA..