Materi Khutbah Idul Adha 17 Juni 2024 Menyentuh Hati, Cara Nabi Ibrahim Mendidik Anak

ilustrasi idul adha
ilustrasi idul adha

Selain itu, ada beberapa hal yang dapat kita petik dalam sirah dan kehidupan agung Nabi Ibrahim AS dan keluarganya.

Pelajaran pertama adalah pertanyaan Allah Subhanahu Wa Taala pada Nabi Ibrahim, faiana tadzhabun. Ketika Nabi Ibrahim yang dikenal kaya raya dengan seribu ekor domba, tiga ratus ekor lembu, dan seratus ekor unta, beliau ditanya: Hendak ke mana ia pergi? Maka beliau menjawab: Inni dzahibun ila rabbi sayahdin. (QS. At-Takwir: 26). Artinya: Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku dan dia memberi petunjuk padaku.

Bacaan Lainnya

Bagi Ibrahim, tujuan akhir hidup manusia bukan kekayaan, bukan pangkat, bukan jabatan dan sebagainya, tetapi tujuan hidup manusia adalah Allah Subhanahu Wa Taala. Karena seperti dimaklumi sebagai sunnatullah, manusia selalu bergerak sesuai naluri bawaan, ingin memperluas wawasan dan pengalaman hidupnya.

Untuk memfasilitasi manusia, maka diciptakanlah berbagai sarana kehidupan mulai dari sandal, sepatu, jalan, kendaraan hingga peralatan yang lain agar manusia bisa hidup dengan nyaman. 

Islam, seperti diperlihatkan Nabi Ibrahim menggambarkan jalan menuju Tuhan sebagai jalan kebahagiaan dan jalan menuju akhirat. Islam memberikan dimensi moral spritual agar aktivitas manusia memiliki tujuan yang lebih bermakna, bukan hanya sekedar mobilitas fisik tanpa tujuan yang bersifat ilahi.

Pertanyaan Allah pada Nabi Ibrahim adalah pertanyaan moral yang penuh makna: Hendak dibawa ke mana harta kita? Hendak dibawa mobil kita? Hendak dibawa ke mana jabatan kita? Hendak dibawa ke mana pangkat kita? Hendak dibawa ke mana ilmu kita? Hendak dibawa ke mana tubuh kita?  

Di tengah hiruk pikuk manusia dengan berbagai aktivitasnya, maka menjadi penting untuk menanyakan kembali pertanyaan Ibrahim AS. Tujuan hidup kita, lagi-lagi seperti teladan Nabi Ibrahim, adalah harus tertuju pada Allah. Tuhan semesta alam.

إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

Sesungguhnya shalatku, matiku, hidupku adalah untuk Allah. Setiap shalat, kita sudah seringkali mengikrarkan dalam lisan kita.  

Hadirin yang Dimuliakan Allah

Pelajaran berharga lainnya yang bisa kita teladani dari Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam adalah bahwa tujuan tertinggi manusia adalah seperti doa Nabi Ibrahim. رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ. Ya Allah berilah kami anak-anak yang salih.

Nabi Ibrahim meminta anak yang salih. Bukan anak yang pintar, bukan anak yang kaya raya. Bukan anak yang punya jabatan luar biasa. Bukan anak yang punya pangkat setinggi langit. Karena apalah arti anak kaya, anak berpangkat dan jabatan, anak yang pintar tapi mereka tidak salih. Karena itu, kata kuncinya adalah anak salih.

Untuk mewujudkan anak yang salih, tentu bukan hal yang mudah.

Pertama: keluarga adalah hal utama dan pertama dalam mewujudkan anak salih. Jangan remehkan peran keluarga. Anak yang salih dan salihah, pasti tidak luput dalam pendidikan keluarga sejak dini seperti dilakukan Nabi Ibrahim dan Siti Hajar.

Keduanya berjibaku membentuk karakter Ismail sedemikian rupa. Mereka mengajarkan pendidikan agama pada Ismail sejak dini. Ini sama dengan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam mendidik anak-anak muslim: Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara: Mencintai Nabimu, mencintai ahlu baitnya dan membaca Al-Qur’an. (HR. Tabrani).    

Dan sahabat Ali pernah berkata:

 عَلِّمُوْا اَوْلَادَكُمْ فَاِنَّهُمْ مَخْلُوْقُوْنَ فِي زَمَانِ غَيْرِ زَمَانِكُم

Artinya: Didiklah anak-anakmu karena mereka hidup di zaman yang tidak sama dengan zamanmu.  

Jamaah yang Berbahagia

BACA HALAMAN BERIKUTNYA..

Pos terkait