Tidak demikian dengan Sya’ban. Dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Nasai, Nabi menyebut Sya’ban sebagai bulan yang biasa dilupakan umat manusia. Dilupakan bukan berarti terhina. Ia diabaikan manusia karena manusianya sendiri yang kurang menyadari kemuliaan bulan Sya’ban, bukan akibat bulan Sya’ban itu sendiri tidak mulia.
Sikap ini biasanya hanya terjadi di kalangan awam atau orang-orang yang secara ruhani belum mendekat kepada Allah. Para salafus shalih memberi perhatian lebih pada bulan ini dengan beragam kegiatan ibadah, utamanya pada momen nisfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban).
Jamaah yang Dirahmati Allah
Bukti dari mulianya bulan Sya’ban, bisa kita lihat dari sejumlah peristiwa penting bersejarah di dalamnya. Peristiwa-peristiwa ini bisa dipandang bukan semata sebagai fakta historis tapi juga pertanda bahwa Allah memberikan perhatian spesial terhadap bulan ini.
Pertama, pada bulan Sya’ban Allah menurunkan ayat perintah bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang tercantum dalam surat Al-Ahzab ayat 56:
إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya: Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, shalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.
Mayoritas ulama, khususnya dari kalangan ahli tafsir sepakat bahwa ayat ini turun di bulan Sya’ban. Secara bahasa, shalawat berakar dari kata shalât yang berarti doa. Dalam ayat tersebut ada tiga shalawat: shalawat yang disampaikan Allah, shalawat yang disampaikan malaikat, dan (perintah) shalawat yang disampaikan umat Rasulullah SAW.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya—mengutip pernyataan Imam Bukhari—menjelaskan bahwa ‘Allah bershalawat’ bermakna Dia memuji Nabi, ‘Malaikat bershalawat’ berarti mereka sedang berdoa, sementara ‘manusia bershalawat’ selaras dengan pengertian mengharap berkah.
Ayat tersebut menjadi bukti kedudukan Rasulullah yang tinggi. Kemuliaan dan rahmat dilimpahkan langsung oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW, malaikat-malaikat suci terlibat dalam merapalkan doa, dan seluruh kaum beriman pun diperintah untuk mengucapkan shalawat kepadanya.
Wajar sekali bila Syekh Abdul Qadir al-Jailani dalam menganjurkan umat Islam untuk memperbanyak shalawat di bulan Sya’ban, di samping bergegas membersihkan diri atau bertobat dari kesalahan-kesalahan yang sudah lewat guna menyambut Ramadhan dengan hati yang bersih.
Hadirin yang Mulia
Kedua, bulan Sya’ban merupakan saat diturunkannya kewajiban berpuasa bagi umat Islam. Imam Abu Zakariya an-Nawawi dalam Al-Majmû‘ Syarah Muhadzdzab menjelaskan bahwa Rasululah menunaikan puasa Ramadhan selama sembilan tahun selama hidup, dimulai dari tahun kedua Hijriah setelah kewajiban berpuasa tersebut turun pada bulan Sya’ban.
BACA HALAMAN BERIKUTNYA..