Kita saat ini berada di bulan penghujung tahun masehi atau tahun miladiyah. Artinya tahun masehi akan berganti dari tahun 2021 ke tahun 2022. Sistem penanggalan yang dijalankan hampir seluruh masyarakat dunia pada hari ini.
Usia sistem penanggalan Masehi sudah sangat lama. Ia sudah dipakai sejak lebih dari 4 abad yang lalu. Kalender Masehi yag dikenal juga dengan istilah kalender Gregorian atau kalender Barat, pertama kali di gunakan pada tahun 1582.
Berdasarkan keterangan dalam Encyclopedia Britannica, penanggalan Masehi ini dibuat berdasarkan sistem penanggalan matahari dengan menggunakan hitungan waktu bumi berputar mengelilingi matahari.
Sistem penanggalan Masehi ini sebenarnya ada hubungannya dengan keyakinan kelahiran Nabi Isa, atau Tuhan Yesus menurut agama Kristen, bukan murni berbasis sains.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
KH. Cholil Nafis, salah seorang ulama dari Nahdhatul Ulama mengingatkan umat Islam agar tidak terlibat dalam setiap aktifitas yang terkait dengan perayaan Tahun Baru Masehi karena itu bukan Hari raya umat Islam.
Beliau mengatakan, ”Perayaan tahun baru tersebut bukan milik umat Islam. Tahun baru Masehi adalah tahun umat Kristiani yang menghitung awal tahun dari kelahiran Nabi Isa (Yesus).
Oleh karena itu, tidak ada hubungan dan kepentingan umat Islam dengan pergantian tahun yang dimulai pukul 00.00 pada tanggal 31 Desember itu.
Jadi, umat Islam tidak baik dan tidak perlu merayakan apa pun berkenaan dengan pergantian tahun. Jika pergantian tahun Masehi berkenaan dengan mengisi liburan kerja dan sekolah, maka isilah dengan hal-hal yang positif.
Bila demikian halnya, lantas bagaimana sebaiknya kita mensikapi tahun baru masehi yang oleh kebanyakan orang dirayakan setiap tahun, karena dianggap memiliki nilai spresial dan hari yang membahagiakan.
Tidak ada yang istimewa. Malam yang istimewa dalam Islam hanyalah 10 malam terakhir di bulan Ramadhan. Di luar itu maka semua malam sama saja nilainya.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Dalam kesempatan ini kami mengingatkan diri kami sendiri dan kaum Muslimin semuanya agar mensikapi pergantian malam tahun baru sebagaimana pergantian malam yang lainnya.
Kita perlu menyadari bahwa pergantian tahun itu justru menjadi tanda yang jelas telah semakin berkurangnya umur kita dan semakin dekatnya kita menuju ajal.
Namun kita tetap diminta untuk menatap hari esok dengan sikap optimis bahwa Allah Ta’ala akan menolong kita dengan rahmat-Nya untuk mampu menjalankan tugas-tugas dalam hidup, menuntaskan segala tanggung jawab, dan menyelesaikan segala problema yang kita hadapi.
Rahmat Allah Ta’ala adalah sumber segala kesuksesan baik di dunia dan akhirat. Namun rahmat Allah itu hanya akan kita dapatkan bila kita termasuk orang- orang yang senantiasa berbuat ihsan. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ – ٥٦
Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan. [Al-A’raf: 56]
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili rahimahullah dalam Tafsir Al-Munir mengatakan bahwa termasuk dalam pengertian melakukan kerusakan di muka bumi dalam ayat ini adalah berbuat syirik kepada Allah, dan melakukan kemaksiatan.
Oleh karena itu, kalau seseorang melakukan berbagai dosa dan maksiat di malam pergantian tahun, sebenarnya dia sedang menyambut tahun baru dengan berbuat kerusakan di muka bumi.
BACA HALAMAN BERIKUTNYA…