LINTASJATIM.com, Surabaya – Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) DPC Kota Surabaya mendampingi dua pekerja yang diduga mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh PT Pelindo Daya Sejahtera (PT PDS).
Kedua pekerja tersebut, Adib Wildan Hamdani dan Tidar Mukti Indra Wijaya, sebelumnya bekerja sebagai cleaning service di RS PHC Surabaya dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) selama satu tahun, terhitung sejak Januari hingga Desember 2025.
Namun, pada Juli 2025, pihak RS PHC menghentikan kerja sama dengan PT PDS. Sebanyak 110 karyawan kemudian diberi dua pilihan: tetap bekerja di PT PDS atau pindah ke perusahaan baru, PT Kopelindo.
Kedua pekerja tersebut memilih tetap bertahan di PT PDS. Namun, pada 4 Agustus 2025, mereka dipanggil ke kantor perusahaan dan diberikan Surat Perjanjian Bersama (PB) serta dokumen verifikasi PHK dengan format seragam.
Pihak perusahaan bahkan meminta pekerja menyediakan materai sendiri untuk penandatanganan surat tersebut.
“Kami menolak menandatangani karena merasa dirugikan dan tidak ada perundingan sama sekali. Kami hanya ingin hak kami dipenuhi sesuai masa kontrak yang masih berlaku,” ujar salah satu pekerja.
Pihak pekerja menilai tindakan perusahaan melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang PKWT, alih daya, waktu kerja, waktu istirahat, dan pemutusan hubungan kerja.
Dalam proses bipartit yang dilakukan, PT PDS mengklaim langkah mereka telah sesuai ketentuan perundang-undangan serta berdasarkan konsep hukum ketenagakerjaan heteronom dan otonom.
Namun, pekerja tetap bersikeras bahwa kontrak kerja yang mereka tandatangani cacat hukum karena mengandung poin-poin yang bertentangan dengan UU Cipta Kerja dan tidak pernah disosialisasikan.
Karena tak ada kesepakatan, kasus ini dilanjutkan ke tahap tripartit di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Surabaya. Dalam risalah pertemuan, perusahaan tetap bersikukuh bahwa kontrak telah berakhir sesuai ketentuan.
Sebaliknya, pekerja menilai PKWT tersebut batal demi hukum dan menuntut agar perusahaan membayarkan hak mereka sesuai sisa masa kontrak, dari Agustus hingga Desember 2025, sebagaimana diatur dalam Pasal 62 dan Pasal 156 UU Ketenagakerjaan.
LPK-RI DPC Surabaya berharap kasus ini dapat diselesaikan secara adil melalui mekanisme mediasi.






