LINTASJATIM.com, Surabaya – Puluhan petani tebu asal Ngajum, Kecamatan Balesari, Kabupaten Malang, mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jawa Timur, Rabu (24/9/2025).
Mereka mengadukan dugaan praktik mafia tanah setelah lahan yang sudah lama mereka garap tiba-tiba terbit sertifikat baru atas nama orang lain.
Dikutip dari detikJatim.com, salah satu warga, Ponidi, mengaku terkejut ketika menerima surat somasi dari seseorang yang mengklaim sebagai pemilik sah tanahnya. Padahal, ia telah mengantongi Sertifikat Hak Milik (SHM) sejak awal 2000-an.
“Awal mula saya tahunya ada pemalsuan itu karena dapat surat ancaman dari saudara SE. Setelah saya cek ke BPN, ternyata sertifikat yang dia maksud berada persis di atas tanah saya,” ungkap Ponidi.
Ponidi menceritakan, lahan yang ia beli berasal dari tanah kelebihan maksimum seluas 73 hektare yang dibagikan kepada warga sekitar. Setelah mengurus ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), dirinya resmi memperoleh SHM. Namun, pada 2024, terbit sertifikat baru yang tumpang tindih dengan lahannya.
“Di luar dugaan, tahun 2024 muncul sertifikat baru. Saya makin kaget karena somasinya baru saya terima Juli 2025,” katanya.
Kasus serupa ternyata dialami belasan petani lain. Mereka mengklaim telah menguasai tanah dengan bukti SHM dan rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Namun, tiba-tiba dokumen ganda muncul.
Kuasa hukum warga, Masbuhin, menegaskan indikasi adanya praktik mafia tanah dengan modus memalsukan dokumen melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Ia menduga ada keterlibatan oknum aparat.
“Sudah jelas ada sertifikat ganda. Contoh kasus Pak Tarimin, lahannya sejak 1993 bersertifikat resmi. Namun, pada Juli 2024, BPN Malang justru menerbitkan SHM baru atas nama orang lain,” terang Masbuhin.
Ia menambahkan, laporan pidana resmi telah didaftarkan dengan nomor LP/B/1197/VIII/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR. Masbuhin berharap penyidik bertindak cepat dan transparan.
“Harapan kami, polisi bisa membongkar sindikat mafia tanah ini, termasuk siapa pun yang menjadi aktor utama maupun pihak yang membantu. Ini sudah merugikan warga, pemerintah, bahkan negara,” tegasnya.
Kasus ini kini dalam penanganan Ditreskrimum Polda Jatim. Warga berharap keadilan dapat ditegakkan agar mereka tidak kehilangan hak atas tanah yang sudah puluhan tahun digarap secara sah.