LINTASJATIM.com, Ponorogo – Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo mengambil langkah tegas dalam kasus dugaan korupsi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMK PGRI 2 Ponorogo.
Selain menetapkan satu tersangka, Kejari juga telah menyita dana miliaran rupiah dan puluhan kendaraan sebagai upaya untuk menelusuri aliran dana haram yang merugikan negara.
Dalam keterangan pers yang digelar Selasa (24/6/2025), Kepala Seksi Intelijen Kejari Ponorogo, Agung Riyadi, mengungkapkan bahwa penyitaan ini merupakan bagian dari strategi pemulihan keuangan negara.
“Kami telah mengamankan dana sebesar Rp 3,175 miliar dari tiga orang yang kami periksa sebagai saksi dalam kasus ini,” ujarnya di hadapan awak media.
Menurut Agung, dana yang disita berasal dari transaksi mencurigakan, termasuk pembelian tanah dan persoalan utang pribadi. Salah satu saksi bahkan disebut sempat mengembalikan uang hasil transaksi tanah yang belum tuntas sebagai bentuk tanggung jawab.
“Ada pengembalian uang oleh pihak penjual sebagai itikad baik karena proses jual beli tanah belum selesai,” jelas Agung.
Selain uang tunai, penyidik juga menyita 14 unit kendaraan yang diduga terkait dengan perkara ini. Terdiri dari 10 bus sekolah, tiga unit mobil Avanza, serta sebuah Mitsubishi Pajero.
“Kendaraan-kendaraan ini kami jadikan barang bukti karena diduga kuat merupakan bagian dari hasil tindak pidana yang dilakukan,” tambah Agung.
Kasus ini menyeret nama kepala sekolah berinisial SA, yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Hingga kini, sekitar 40 saksi telah dimintai keterangan, dan proses hukum telah memasuki tahap penyidikan lanjutan.
“Berkas perkara sedang dalam proses penelitian, dan akan segera kami limpahkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya,” kata Agung, menegaskan komitmen institusinya dalam menuntaskan kasus ini.
Dugaan penyimpangan dana BOS ini menyebabkan potensi kerugian negara hingga Rp 25,8 miliar. Kejari menegaskan bahwa fokus mereka tak hanya pada pemberian sanksi pidana, tetapi juga pada pemulihan kerugian negara.
“Kami ingin memastikan bahwa uang negara bisa kembali. Ini bukan sekadar proses hukum, tetapi juga tanggung jawab moral,” tegas Agung.