LINTASJATIM.com, Jombang – Dua warga Dusun Kedungwatu, Desa Made, Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang, Yanto (42) dan Aris Candra Lianto (25), dijatuhi hukuman 3 tahun 6 bulan penjara atas kasus pengeroyokan yang menewaskan Sudam Mono (38), pria yang dikenal meresahkan warga.
Putusan yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jombang ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang semula menuntut hukuman 5 tahun penjara.
“Kami tuntut 5 tahun, vonisnya 3 tahun 6 bulan. Kalau di dalam persidangan para pelaku menerima, tapi kami pikir-pikir, masih ada waktu 7 hari untuk pikir-pikir,” ujar Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Jombang, Andie Wicaksono, Rabu (11/6/2025).
Kasus ini menarik perhatian publik karena korban, Sudam Mono, disebut kerap membuat kekacauan di lingkungan tempat tinggalnya.
Pada malam kejadian, Jumat (15/11/2024), Sudam yang tengah dipengaruhi alkohol berkeliling kampung dengan sepeda motor sambil membawa pedang, bahkan meneriakkan ancaman terhadap Yanto.
Merasa terancam dan khawatir akan keselamatan warga, Yanto menghubungi perangkat desa setempat dan mengajak diskusi terkait tindakan yang perlu diambil.
Ketika Sudam kembali melintas dan menantang warga, situasi memanas. Yanto kemudian menendang dahi korban hingga terjatuh dan memukul bagian kepala serta wajahnya dengan batu. Melihat kejadian tersebut, Aris yang merupakan keponakan Yanto, turut memukul punggung korban.
Peristiwa berlangsung cepat dan meninggalkan Sudam tergeletak tak bernyawa di lokasi. Hasil autopsi mengungkap adanya luka serius akibat benda tumpul, termasuk pendarahan otak dan patah tulang di beberapa bagian wajah dan tengkorak.
Majelis hakim menilai tindakan kedua terdakwa memenuhi unsur Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP tentang pengeroyokan yang menyebabkan kematian.
Namun, latar belakang tindakan spontan karena ancaman dan kondisi lingkungan yang terganggu oleh korban, menjadi pertimbangan dalam menjatuhkan hukuman lebih ringan.
Vonis ini menuai reaksi beragam dari masyarakat. Beberapa pihak menilai tindakan Yanto dan Aris sebagai bentuk perlindungan diri yang kebablasan, sementara lainnya menyoroti pentingnya penegakan hukum tanpa kekerasan main hakim sendiri.
Dengan masih adanya masa pikir-pikir selama tujuh hari, baik dari pihak jaksa maupun terdakwa, masih ada kemungkinan banding sebelum putusan ini berkekuatan hukum tetap.