LINTASJATIM.com, Lumajang – Tatapan Hori di ruang Pengadilan Negeri Lumajang tampak kosong usai mendengar vonis 12 tahun penjara yang baru saja dibacakan majelis hakim. Pria asal Desa Jenggrong, Ranuyoso itu dinilai terbukti bersalah membunuh Muhammad Holla (34).
Raut penyesalan Hori tak bisa ia sembunyikan. Dengan nada pasrah ia menerima putusan hakim tersebut. Hori menyesal karena Holla yang dibunuhnya merupakan korban salah sasarannya.
Kasus pembunuhan yang dilakukan Hori terjadi pada Selasa 11 Juni 2019 sekitar pukul 19.30 WIB. Saat itu Hori tengah berjalan di jalan Dusun Argomulyo, Desa Sombo, Gucialit, Lumajang. Dalam perjalanannya, ia melihat Muhammad Holla berboncengan motor dengan Holiq Sambudi.
Melihat motor yang melintas itu, Hori langsung mengeluarkan celurit dan tanpa basa basi menyabetkannya ke tubuh Holla yang saat itu tengah dibonceng Holiq. Dua sabetan celurit Hori ke punggung langsung membuat tubuh Holla ambruk bersimbah darah.
Namun aksi brutal yang baru saja dilakukannya membuat Hori terkejut. Sebab orang yang baru saja dibacok ternyata salah orang. Hori pun langsung membuang celuritnya dan berupaya menolong Holla bersama warga lain.
Nahas, setelah dilarikan ke rumah sakit dr Haryoto, nyawa Holla tak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia. Hori yang ketakutan kemudian langsung kabur menuju rumah Kades Jenggrong bernama Djawas. Tak butuh lama, polisi langsung membekuknya.
Di hadapan penyidik, Hori mengaku salah sasaran karena orang yang hendak dibunuh ternyata bukan Hartono melainkan Holla. Hori memang telah merencanakan untuk membunuh Hartono. Sebab, ia mempunyai utang Rp 250 juta kepada Hartono.
Utang tersebut rupanya tak sanggup dibayar Hori. Sebagai jaminan, Hori menyerahkan istrinya. Hartono lalu membawa Lasmiati, istri Hori. Istrinya ini akan dikembalikan jika Hori telah mampu melunasi utangnya.
Setahun berlalu dan Hori ingin ‘menebus’ istrinya. Hori kemudian menawarkan sebidang tanah miliknya untuk melunasi utang. Namun tawaran itu ditolak Hartono yang kekeh minta uang tunai. Maka Lasmiati tetap bersama Hartono.
Tenyata selama bersama Hartono, istri Hori telah dinikahi secara siri oleh Hartono. Istri Hori jatuh hati kepada Hartono karena kebaikannya. Sementara ia kerap mengalami KDRT yang dilakukan Hori
Hal inilah yang membuat Hori sakit hati kepada Hartono dan merencanakan untuk membunuhnya. Hori pun kemudian hendak datang ke rumah Hartono yang berada di Desa Sombo. Apes, bukannya Hartono, ia malah membunuh Holla yang ia temui di jalan desa. Ia menyangka Holla yang dilihatnya dari belakang sebagai Hartono.
“Ketika ditanya kenapa kamu (mau) bunuh Hartono, dia jawabnya karena saya ini punya hutang Rp 250 juta dari Hartono. Kemudian istri saya dijadikan jaminan oleh Hartono,” kata Kapolres Lumajang saat itu AKBP Muhammad Arsal Sahban.
Dalam pengakuannya, Hori menyebut utangnya kepada Hartono berawal saat dirinya menawarkan bisnis tambak udang di Banyuwangi dengan sistem bagi hasil. Hartono yang saat itu berada di Malaysia kemudian menyetujui dan menyerahkan uang hingga total Rp 250 juta.
Hartono menyetujui karena Hori menjanjikan akan mengirimkan uang Rp 5 juta per bulan sebagai hasil usaha tambak bersama yang diurusnya. Namun janji tinggal janji, Hori rupanya tak pernah mengirimkan uang bagi hasil itu kepada Hartono karena uang modal tambak telah ludes dibuat berjudi.
Atas perbuatannya ini, Hori kemudian dijerat Pasal pembunuhan berencana dan juga penipuan. Ia menjadi pesakitan di persidangan.
Selasa 5 November 2019, majelis hakim Pengadilan Negeri Lumajang kemudian menjatuhkan vonis 12 tahun penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yakni 15 tahun penjara.
“Menyatakan Terdakwa Hori bin Suwari tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun,” kata hakim ketua, Maslikan saat membacakan amar putusannya.