LINTASJATIM.com, Surabaya – Gurita bisnis Gus Lilur makin menggurita. Pengusaha muda yang dikenal vokal ini, kini serius menggarap bisnis beras. Padahal, sepuluh tahun lalu, dia sempat menolak mentah-mentah tawaran serupa.
Melalui rilis yang diterima redaksi, Jumat (1/8), HRM. Khalilur R. Abdullah Sahlawiy atau yang akrab disapa Gus Lilur bercerita, “Saya ini orang dusun. Rumah saya dikelilingi sawah milik eyang saya. Jenuh saya dengan segala hal yang bau-bau sawah.”
Namun, waktu mengubah segalanya. Kini, Gus Lilur justru bertekad kembali ke akarnya. Ia melihat peluang besar setelah kunjungan bisnis ke Vietnam. Di sana, ia menyaksikan pabrik-pabrik padi beroperasi secara masif dan efisien di tiga provinsi lumbung padi.
“Saat panen tiba dan harga gabah jatuh, kami, keluarga petani, merasa benar-benar marah!” tegasnya.
Pernyataan ini bukan tanpa alasan. Gus Lilur, yang merupakan Founder Owner BAPANTARA Grup, sebuah holding yang menaungi 18 anak perusahaan di bidang pangan, tambang, dan perikanan, dikenal anti-impor beras CBP (Cadangan Beras Pemerintah). Ia menilai kebijakan itu merusak harga gabah dan menyengsarakan petani lokal.
Meski begitu, ia tidak menolak impor beras khusus yang harganya jauh di atas rata-rata, yakni Rp25.000 hingga Rp65.000 per kilogram. Beras jenis ini tidak mengganggu pasar dalam negeri dan justru bisa mendorong peningkatan kualitas produksi. Pada tahun 2025, pemerintah membuka kuota impor beras khusus 420 ribu ton.
Melalui BAPANTARA Grup, Gus Lilur kini punya mimpi besar: membangun pabrik-pabrik padi di banyak kabupaten, mencetak sawah-sawah baru, dan menciptakan kemandirian pangan sejati. “Di negara agraris seperti Indonesia, tidak boleh ada warga yang kelaparan hanya karena tidak mampu membeli beras,” tegas Ketua Umum NBI ini
Ini bukan sekadar ekspansi bisnis. Bagi Gus Lilur, ini adalah misi sosial. Jalan pengabdian seorang anak dusun yang dulu jenuh dengan sawah, kini justru menjadikannya ladang perjuangan.