BALAD Grup Kembangkan Sayap, Garap Perikanan Tangkap Tanpa Rusak Laut

LINTASJATIM.com, Surabaya – Sebuah titik balik terjadi dalam perjalanan bisnis HRM Khalilur R. Abdullah Sahlawiy, atau yang akrab disapa Gus Lilur. Pengusaha muda yang selama ini dikenal konsisten menekuni perikanan budidaya, kini mulai membuka lembaran baru: mengembangkan perikanan tangkap di laut Nusantara.

Bacaan Lainnya

Keputusan itu bukan datang tiba-tiba. Dalam sebuah lawatan ke Singapura, Gus Lilur bertemu dengan seorang pengusaha perikanan asal Negeri Singa yang telah malang melintang di bisnis perikanan budidaya dan tangkap di Bali dan Batam. “Beliau telah merubah cara pandang saya tentang laut dan bisnisnya,” ungkap Gus Lilur, Senin (14/7).

Selama ini, BALAD Grup—anak usaha Sabhumi Barat Basra—memfokuskan usaha pada perikanan budidaya: memasang keramba jaring apung, merawat benih, hingga menyelaraskan alam dengan untung. Namun pertemuan dua jam di lantai 5 Cafe Ginger Lily, Hilton Singapore Orchard, membawa angin segar dan membuka cakrawala baru.

“Dulu saya menolak ikut di perikanan tangkap karena khawatir merusak habitat. Tapi dari diskusi itu saya sadar, ada cara berkelanjutan dalam menangkap ikan tanpa merusak ekosistem,” ujar alumni Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar itu.


Pengusaha Singapura berdarah campuran Melayu–Vietnam–China–India itu bahkan siap membantu memasarkan hasil laut Indonesia, mulai dari lobster, kepiting bakau, hingga ikan sunu dan kerapu. Baik dari hasil budidaya maupun hasil tangkap.

Langkah konkret langsung diambil. Gus Lilur menyebutkan bahwa BALAD Grup akan memulai ekspor perikanan tangkap Dabatuka, sekaligus menjajaki kerja sama strategis ekspor hasil laut ke berbagai negara. “Semoga Indonesia bisa menjadi tuan rumah di laut sendiri, dan BALAD Grup menjadi jembatan menuju kiblat perikanan dunia,” ujarnya optimistis.

Tidak hanya itu, pengusaha asal Singapura itu juga membuka pintu kolaborasi jangka panjang, termasuk kemungkinan IPO di Bursa Saham Singapura. Sebagai langkah awal, Gus Lilur dijadwalkan melakukan survei ke lokasi budidaya perikanan di Bali pada Agustus nanti, setelah dirinya kembali dari kunjungan ke Belanda dan Afrika.

Di balik obrolan santai selama dua jam itu, Gus Lilur mengaku terharu dan bangga. “Bayangkan, ikan-ikan dari laut kita hadir di meja-meja makan rumah tangga dan restoran di Amerika, Eropa, dan Asia. Saya makin yakin bahwa laut Indonesia bukan hanya sumber pangan, tapi sumber kemuliaan,” tandasnya.

Kini, paradigma sudah berubah. Budidaya dan tangkap tidak lagi dua kutub yang bertentangan, tapi bisa berjalan seiring dalam koridor keberlanjutan.

Pos terkait