LINTASJATIM.com, Surabaya – Gebrakan besar datang dari ujung timur Pulau Jawa. Balad Grup, berkolaborasi dengan Glora Grup dan Pebitalekara Grup, mengusung misi ambisius: memijahkan satu miliar nauplisoma lobster dalam waktu enam bulan. Proyek yang dimulai Mei ini bakal memanfaatkan dua titik utama: hatchery di Situbondo dan kawasan laut Teluk Kangean, Sumenep.
Langkah ini tak main-main. Selain karena target produksinya yang fantastis, proyek ini juga berisiko tinggi. Pasalnya, hingga kini, belum ada satu pun negara yang berhasil melakukan pemijahan lobster secara massal. “Kami tahu risikonya besar. Tapi kami juga tahu potensi laut kita jauh lebih besar,” tegas Owner Balad Grup, HRM Khalilur R. Abdullah Sahlawiy alias Gus Lilur, kemarin (29/4).
Di atas kertas, kalkulasi ekonominya mencengangkan. Balad Grup dan mitra menyiapkan 100 set keramba, terdiri dari total 5.000 unit. Tiap keramba akan diisi 200 ribu nauplisoma lobster. Dengan asumsi survival rate 50 persen, maka akan dihasilkan sekitar 500 juta benih bening lobster (BBL). Bila dihargai Rp 10 ribu per ekor, nilai totalnya mencapai Rp 5 triliun.
Namun, jalan menuju sukses tak semulus arus laut tenang. Masalah klasik seperti ketersediaan pakan, penyelundupan benih, hingga keterbatasan teknologi budidaya masih jadi batu sandungan. Meski begitu, semangat tak surut. “Ini bukan sekadar bisnis. Kami ingin menjadikan Indonesia sebagai kiblat perikanan budidaya dunia,” imbuh Gus Lilur.
Proyek ini juga jadi bukti keseriusan swasta mendukung program pemerintah yang menempatkan lobster sebagai komoditas unggulan. Terlebih, laut Indonesia yang berada di garis ekuator diyakini memiliki kondisi ideal untuk budidaya berkelanjutan.
Jika berhasil, sejarah baru akan tercipta. Indonesia tak hanya memijahkan lobster secara massal, tapi juga membuka babak baru dalam industri perikanan budidaya global.