LINTASJATIM.com, Tulungagung – Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (R-Permenkes) perihal Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, pun juga penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas dan merk telah bergulir.
Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) yang tidak dilibatkan selama penyusunan memicu terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) menambah angka pengangguran.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Kemnaker Indah Anggoro Putri merekomendasikan kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai inisiator regulasi supaya melibatkan dan mengakomodir masukan dari elemen hulu hingga hilir ekosistem pertembakauan.
“Kami tidak pernah dilibatkan penyusunan R-Permenkes. Kami dikritik kurang public hearing, tidak meaningfull participation. Kami siap diundang rapat, sebab kami sangat concern atas aturan ini. Kementerian atau lembaga memang seyogyanya tidak boleh gaduh,” ungkap Indah Anggoro Putri, Jum’at (15/11/2024).
Indah menerangkan sesama regulator harus bekerjasama, berkolaborasi. Ia melihat dampak adanya PP Kesehatan dan R-Permenkes berpotensi menambah beban PHK yang sudah menyentuh 63.947 orang. Apabila peraturan terlalu ketat, akan menambah beban 2,2 juta tenaga kerja yang terkena PHK.
Beban angka pengangguran tersebut, lanjut Indah, bukan hanya pekerja industri rokok serta olahan, namun juga meliputi tenaga kerja industri kreatif.
“Dari total sekitar 6 juta tenaga kerja IHT, jangan dilupakan, ada 725.000 pekerja kreatif yang merupakan bagian dari industri pendukung,” bebernya.
Dirinya menambahkan aturan penyeragaman rokok polos tanpa merek dan industri, 725.000 tenaga kerja kreatif tersebut ikut terdampak. Apabila tenaga kerja ini terPHK, anak-anak muda kreatif bisa terjerembab dalam pusaran judi online dan narkotika.
“Jika kreativitas mereka tak tersalurkan, sedangkan kita belum memiliki program yang bisa menangani mereka secara instan. Mudah-mudahan ini bisa menjadi pertimbangan,” paparnya.
Indah menyebutkan tidak ada keberpihakan dalam R-Permenkes Tembakau bahwa 89 persen tenaga kerja di sektor pertembakauan merupakan banyak perempuan yang menghidupi keluarganya dan akan menjadi korban.
“Mereka mencukupi kebutuhan ekonomi yang merupakan rumah tangga rentan. Seharusnya negara hadir guna melindungi mereka supaya tidak semakin terpuruk. Jangan sampai dampak sosio-ekonomi dari aturan ini lebih buruk,” akuinya.
Salah satu elemen yang akan menanggung dampak R-permenkes penyeragaman kemasan tanpa identitas merk yaitu petani tembakau turut angkat bicara pada saat dialog berlangsung.
Sementara, Ketua Dewan Perwakilan Cabang Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPC APTI) Bondowoso, Muhammad Yazid menerangkan setidaknua 2,5 juta petani tembakau tersebar di 15 provinsi menggantungkan hidupnya pada komoditas tembakau.
Sebagai contoh, di Kabupaten Bondowoso sendiri dari total 23 kecamatan, masyarakat di 22 kecamatan menggantungkan penghidupannya melalui menanam tembakau.
“Setidaknya 5.000 petani tembakau total luas lahan 10.000 hektar. Melalui tembakau ini, tiga kali lipat dari tanaman palawija,” ulasnya.
Yazid menerangkan hal inilah kondisi pertembakauan di daerah-daerah sentra lainnya di Indonesia. PP Kesehatan dan R-Permenkes Ini adalah hantaman dan pukulan bagi petani.
“Kami menolak keras adanya aturan ini, kami mohon ditinjau ulang dan dihentikan pembahasannya,” tegas Yazid.