Oleh
Eka Resti Wulan*
Akreditasi merupakan sistem penjaminan mutu eksternal sebagai bagian dari sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi. Pada 23 September 2019 disahkan Peraturan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Instrumen Akreditasi Program Studi.
Instrumen Akreditasi Program Studi yang diterbitkan oleh BAN-PT ini sering disebut sebagai IAPS 4.0, berorientasi pada output dan outcome, serta terdiri dari dua bagian yaitu Laporan Kinerja Program Studi (LKPS) dan Laporan Evaluasi Diri (LED) Program Studi.
Berbeda dengan instrumen akreditasi sebelumnya dengan 7 (tujuh) standar yang menjadi ukuran penilaian, IAPS 4.0 ini mengusung 9 (sembilan) kriteria, yaitu 1) Kriteria Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi, 2) Kriteria Tata Pamong, Tata Kelola, dan Kerjasama, 3) Mahasiswa, 4) Sumber Daya Manusia, 5) Keuangan, Sarana, dan Prasarana, 6) Pendidikan, 7) Penelitian, 8) Pengabdian kepada Masyarakat, dan 9) Luaran dan Capaian Tridharma. Kriteria yang menjadi patokan ini mengacu pada standar nasional pendidikan tinggi.
Selain instrumen, perbedaan mendasar adalah pemeringkatan akreditasi. Sebelumnya Status Terakreditasi menggunakan peringkat dengan istilah A, B, atau C. IAPS 4.0 memunculkan Status Terakreditasi dengan Peringkat Unggul, Baik Sekali, atau Baik.
Selanjutnya, pada instrumen dengan 7 (tujuh) standar hanya nilai akreditasi yang digunakan sebagai patokan, namun berbeda halnya dengan IAPS 4.0 yang menggunakan skema syarat perlu dan nilai akreditasi sebagai patokan dalam memperoleh status akreditasi dan juga pemeringkatan.
Seperti apa skema ini digunakan, tampak pada tabel yang bersumber dari Pedoman Penilaian IAPS 4.0 berikut.
Keterangan:
V = memenuhi syarat perlu sesuai kepala kolom
X = tidak memenuhi syarat perlu sesuai kepala kolom
Lalu apa saja syarat perlu yang dimaksudkan dalam Pedoman Penilaian IAPS 4.0? Kita akan coba kupas satu persatu apa saja isi dari ketiga syarat perlu di atas.
Syarat Perlu Akreditasi
Poin satu yang menjadi syarat perlu adalah “Skor butir penilaian Penjaminan Mutu (keterlaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Internal, akademik dan non akademik) ”. Bagian ini ada pada bagian penilaian “C.2.7. Penjaminan Mutu” sesuai matriks penilaian IAPS 4.0.
Artinya untuk mendapatkan skor 2 harus memenuhi adanya keterlaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Internal (akademik dan nonakademik) yang dibuktikan dengan keberadaan minimal adanya tiga aspek.
Aspek pertama, dokumen legal terkait pembentukan unsur pelaksana penjaminan mutu yang ada dalam pengelola program studi, misalnya lembaga penjaminan mutu, gugus kendali mutu, atau istilah lainnya.
Kedua, adalah tersedianya dokumen mutu berupa kebijakan SPMI, manual SPMI, standar SPMI, dan formulir SPMI. Artinya perguruan tinggi yang menaungi program studi yang diakreditasi sudah menetapkan keempat dokumen tersebut untuk dilaksanakan.
Dan yang ketiga adalah terlaksananya siklus penjaminan mutu berupa PPEPP, yaitu kependekan dari Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Perbaikan berkelanjutan. Dengan kata lain, pengelola program studi sudah melaksanakan praktek baik continuous quality improvement.
Poin dua adalah “Skor butir penilaian Kecukupan Jumlah DTPS .” DTPS (Dosen Tetap Program Studi) merupakan dosen yang milik Perguruan Tinggi berdasarkan data pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI), kemudian ditugaskan sebagai pengampu mata kuliah dengan bidang keahlian yang relevan dengan kompetensi inti program studi yang diakreditasi. Berdasarkan matriks penilaian Skor 2 akan diperoleh jika paling sedikit data jumlah DTPS sebanyak 3. Penilaian ini ada pada Matriks Penilaian bagian “C.4. Sumber Daya Manusia”.
Poin tiga adalah “Skor butir penilaian Kurikulum (A. Keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses evaluasi dan pemutakhiran kurikulum, B. Kesesuaian capaian pembelajaran dengan profil lulusan dan jenjang KKNI/SKKNI, dan C. Ketepatan struktur kurikulum dalam pembentukan capaian pembelajaran) ”. Penilaian ini ada pada Matriks Penilaian bagian “C.6.4.a) Kurikulum”.
Tiga hal yang menjadi sorotan pada poin ini. Pertama untuk adalah terkait evaluasi dan pemutakhiran kurikulum minimal melibatkan pemangku kepentingan internal maka akan diperoleh skor A = 2 pada penilaian keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses evaluasi dan pemutakhiran kurikulum.
Berikutnya, minimal capaian pembelajaran diturunkan dari profil lulusan dan memenuhi level KKNI, Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, maka akan diperoleh skor B = 2 pada sorotan kedua.
Terakhir adalah struktur kurikulum memuat keterkaitan antara matakuliah dengan capaian pembelajaran lulusan yang digambarkan dalam peta kurikulum yang jelas. Dengan subjektivitas ini, peta kurikulum perlu dimunculkan dengan visual yang komprehensif, maka skor C = 2.
Ketiganya akan dihitung sehingga muncul skor (A + (2 x B) + (2 x C)) / 5 harus menghasilkan minimal .
Dari poin-poin di atas, ketika ada salah satu yang tidak dapat dipenuhi, maka status yang diterbitkan oleh BAN-PT adalah Tidak Terakreditasi.
Syarat Perlu Peringkat Unggul dan Baik Sekali
Syarat perlu peringkat Unggul dan Baik Sekali menggunakan indikator yang sama, namun dengan batasan skor yang berbeda. Misalnya, untuk program sarjana atau sarjana terapan, ada empat poin yang menjadi syarat perlu untuk terpenuhinya peringkat Unggul atau Baik Sekali.
Poin pertama adalah skor butir penilaian Kualifikasi Akademik DTPS minimal 3,5 untuk syarat perlu peringkat Unggul dan minimal 3 untuk syarat perlu peringkat Baik Sekali. Dengan perhitungan menurut Matriks Penilaian IAPS 4.0, untuk memperoleh skor 3,5 maka minimal 37,5% dari jumlah DTPS sudah bergelar Doktor, dan 25% untuk skor 3.
Skor butir penilaian Jabatan Akademik DTPS minimal 3,5 untuk syarat perlu Unggul dan minimal 3 untuk syarat perlu peringkat Baik Sekali, menjadi poin kedua. Pemerolehan skor 3,5 minimal 52,5% dari jumlah DTPS sudah memiliki jabatan fungsional minimal Lektor, dan 35% untuk skor 3.
Poin ketiga adalah skor butir penilaian Waktu Tunggu, yaitu waktu tunggu lulusan untuk mendapatkan pekerjaan pertama dalam 3 tahun. Skor ini minimal 3,5 untuk syarat perlu Unggul. Batasan dari waktu tunggu untuk lulusan memperoleh pekerjaan pertama paling lama adalah 7,5 bulan. Sedangkan untuk syarat perlu Baik Sekali dengan skor minimal 3, maka batasan dari waktu tunggu paling lama adalah 9 bulan.
Poin empat yang terakhir adalah Kesesuaian Bidang Kerja lulusan saat mendapatkan pekerjaan pertama dalam 3 tahun. Syarat perlu Unggul dibatasi dengan skor minimal 3,5 dan skor minimal 3 pada syarat perlu Baik Sekali. Jika dikonversi ke dalam prosentase minimal 52,5% sesuai dengan bidang kerja lulusan untuk syarat perlu Unggul dan 45% untuk syarat perlu Baik Sekali.
Dengan memperhatikan skema pemeringkatan, program studi dan unit pengelolanya perlu menetapkan strategi agar mampu memenuhi syarat perlu Terakreditasi, utamanya, dan khususnya syarat perlu peringkat yang dibidik untuk dicapai. Program studi baru pun yang belum memiliki lulusan, tidak mungkin mendapatkan peringkat Baik Sekali. Hal ini disebabkan, skor 0 yang akan muncul pada butir penilaian Waktu Tunggu dan Kesesuaian Bidang Kerja. Tentunya, status akreditasi ini penting sebagai bentuk pertanggung jawaban yang dilakukan pengelola program studi untuk melindungi kepentingan mahasiswa, stakeholder, dan masyarakat.
Identitas Penulis
*Penulis merupakan dosen di IAIN Kediri yang diperbantukan pada Lembaga Penjaminan Mutu.
_____________________
**Kolom merupakan Rubrik Opini LINTASJATIM.com terbuka untuk umum. Panjang naskah minimal 400 kata dan maksimal 2500 kata. Sertakan riwayat singkat dan foto diri terpisah dari naskah (tidak dimasukan Ms. Word).
**Naskah dikirim ke alamat e-mail: redaksilintasjatim@gmail.com
**Redaksi berhak menyeleksi tulisan serta mempublikasi atau tidak mempublikasi tulisan.